Postingan

Cuplikan Novel Fiksi Clarissa

Cuplikan Novel Fiksi Clarissa Pertempuran Dracula dengan Gunderewo. Disebuah kuburan tua di Bandung, cuaca gelap tidak membuat membuat surut langkah Ardi dan Clarissa untuk menuntaskan perseteruanya. Dengan amarah yang memuncak keduanya bertekad untuk menuntas dendam kesumatnya. Clarissa yang sudah datang duluan, duduk disebuah batu nisan. Rambut panjangnya terurai angin. Matanya terpejam, bibirnya tak henti komat-kamit mengucapkan mantra-mantra. Tidak begitu lama duduk menyendiri, Ardi datang menepuk pundak Clarissa: “Claris….” Clarissa menoleh kearah Ardi. Matanya yang pelan berubah kemerahan, kembali menjadi normal. Gigi taringnya yang kian memanjang, terkatup kembali. “Kamu, Ardi…” Clarissa menepis tangan Ardi dari pundaknya. “Tak seharusnya kita melakukan hal ini, Clariss…” kata Ardi pelan. “Tidak, Ardi… ini harus dituntaskan. Hawa panas dalam tubuhku ada pada dirimu.” “Menjauhlah dari diriku dan bersiap-siaplah mengeluarkan segala kemampuanmu.” Clarissa mendorong

Pengen jadi ABRI

Gambar
Cita-cita saya menjadi ABRI Cita-cita saya tuh dulu sebenarnya pengen jadi ABRI. Jadi ABRI. Weeeh, gagah... punya senapan laras panjang dan disegani pasti. Kenapa sekarang jadi Doktor (Ngodok-ngodok yang kotor)? Profesi saya sekarang. Meriksa faeses, urine, darah, dan kotoran-kotoran lainya. Saya bayangkan dulu akan tumbuh tinggi tegap sehingga bisa menggapai cita-cita yang diidamkan. Tapi ternyata yang tumbuh dominan; kumis dan jambang, bibir dan betis. Badan saya nggak tinggi-tinggi, boncel. Lihat nih saya brewokan. Kalau tidak dicukur tiga kali sehari sudah kaya Osama Bin Layden. Ini bibir tebal. Makanya kalau difoto, saya lebih senang dari depan. Karena kalau dari samping, gini... monyong. Terus ini betis. Terus terang bagian tubuh saya yang paling tidak disukai adalah betis. Kalau kata kawan saya: “ya ampu... Betis kamu gede banget. Kaya bakaran singkong. Tapi terus terang dibalik itu semua, saya bersyukur dengan tubuh ini. Kawan-kawan saya ganteng-ganteng keluargan